Prosedur Pelaksanaan Kultur
Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan
teknik kultur jaringan adalah:
1)
Pemilihan
dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum melakukan kultur jaringan
untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan
induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan
varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan
sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di
rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat
tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara
in-vitro.
Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur
Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur
2) Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara
in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas
mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini
mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya.
Masalah yang sering dihadapi pada
kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan
(browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress
mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari
tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
3) Sentrilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala
kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu
di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril.
4) Multiplikasi atau Perbanyakan
Propagul
Tahap ini bertujuan untuk
menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau
embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa
dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan
dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan
aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik
secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya
dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula,
vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat
(Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas
tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau
thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan memperbanyak diri yang
sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah
tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1976).
Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi
kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin.
Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita
harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas
yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan
suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman
off-type sangat besar.
5) Pemanjangan Tunas, Induksi, dan
Perkembangan Akar
Tujuan dari tahap ini adalah untuk
membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup
sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam
tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh
lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976).
Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain
untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin
sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara
individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis
daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat
diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau
secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas
in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang
umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
6) Aklimatisasi
Dalam proses perbanyakan tanaman
secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap
kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada
tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti
rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga).
Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian
planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di
lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis
sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di
lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan
berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan
keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis
karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan
lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol.
Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan
tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol.
Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa
tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara
mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan
beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula
tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal
dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya. Strutur mesofil
berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti
itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan
ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro
tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan
kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar anda untuk memberi saran dan masukan bagi saya. Terima Kasih.